Segala puji milik Allah SWT, tuhan pencipta alam beserta isinya.Sholawat dan salam semoga selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, keluarganya,sahabatnya dan kita sebagai umatnya.Aamin
Jika hati baik, maka baiklah anggota badan
yang lain. Jika hati rusak, maka rusak pula yang lainnya. Baiknya hati
dengan memiliki rasa takut, rasa cinta pada Allah dan ikhlas dalam niat.
Rusaknya hati adalah karena terjerumus dalam maksiat, keharaman dan
perkara syubhat (yang masih samar hukumnya).
Dari An Nu’man bin Basyir radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
أَلاَ وَإِنَّ فِى الْجَسَدِ مُضْغَةً إِذَا صَلَحَتْ صَلَحَ الْجَسَدُ
كُلُّهُ ، وَإِذَا فَسَدَتْ فَسَدَ الْجَسَدُ كُلُّهُ . أَلاَ وَهِىَ
الْقَلْبُ
“Ingatlah bahwa di dalam jasad
itu ada segumpal daging. Jika ia baik, maka baik pula seluruh jasad.
Jika ia rusak, maka rusak pula seluruh jasad. Ketahuilah bahwa ia adalah
hati (jantung)” (HR. Bukhari no. 52 dan Muslim no. 1599).
Hadits di atas adalah lanjutan dari hadits tentang meninggalkan perkara syubhat yang telah kita kaji sebelumnya.
Tergantung pada Baiknya Hati
Ibnu Rajab Al Hambali rahimahullah mengisyaratkan bahwa baiknya
amalan badan seseorang dan kemampuannya untuk menjauhi keharaman, juga
meninggalkan perkara syubhat (yang masih samar hukumnya, -pen), itu
semua tergantung pada baiknya hati. Lihat Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, 1:
210.
Para ulama katakan bahwa walaupun hati (jantung) itu kecil
dibandingkan dengan bagian tubuh yang lain, namun baik dan jeleknya
jasad tergantung pada hati. (Lihat Syarh Muslim, 11: 29).
Para ulama katakan bahwa hati adalah malikul a’dhoo (rajanya anggota
badan), sedangkan anggota badan adalah junuduhu (tentaranya). Lihat
Jaami’ul ‘Ulum, 1: 210.
Letak Jalan Berpikir adalah Di Hati
Hadits ini juga merupakan dalil bahwa akal dan kemampuan memahami,
pusatnya adalah di hati. Sumbernya adalah di hati, bukan di otak
(kepala). Demikian disimpulkan oleh Ibnu Batthol dan Imam Nawawi
rahimahullah.
Apa yang Dimaksud Baiknya Hati?
Para ulama berselisih pendapat mengenai maksud baiknya hati, berikut pendapat yang ada:
1- Yang dimaksud baiknya hati adalah rasa takut pada Allah dan siksanya.
2- Yang dimaksud adalah niat yang ikhlas karena
Allah, ia tidak melangkahkan dirinya dalam ibadah melainkan dengan niat
taqorrub pada Allah, dan ia tidak meninggalkan maksiat melainkan untuk
mencari ridho Allah.
3- Yang dimaksud adalah rasa cinta pada Allah, juga cinta pada wali Allah dan mencintai ketaatan.
Intinya, ketiga makna ini semuanya dimaksudkan untuk baiknya hati.
Demikian penjelasan guru kami, Syaikh Sa’ad bin Nashir Asy Syatsri dalam
Syarh Al Arba’in, hal. 68-69.
Bagaimana Cara Baiknya Hati?
Guru kami, Syaikh Sholih Al Fauzan -semoga Allah memberkahi umur
beliau dalam kebaikan dan ketaatan- mengatakan, “Baiknya hati adalah
dengan takut pada Allah, rasa khawatir pada siksa-Nya, bertakwa dan
mencintai-Nya. Jika hati itu rusak, yaitu tidak ada rasa takut pada
Allah, tidak khawatir akan siksa-Nya, dan tidak mencintai-Nya, maka
seluruh badan akan ikut rusak. Karena hati yang memegang kendali seluruh
jasad. Jika pemegang kendali ini baik, maka baiklah yang dikendalikan.
Jika ia rusak, maka rusaklah seluruh yang dikendalikan. Oleh karena itu,
seorang muslim hendaklah meminta pada Allah agar dikaruniakan hati yang
baik. Jika baik hatinya, maka baik pula seluruh urusannya. Sebaliknya,
jika rusak, maka tidak baik pula urusannya.” (Al Minhah Ar Robbaniyah
fii Syarh Al Arba’in An Nawawiyah, hal. 109).
Karenanya, yang sering Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam- minta
dalam do’anya adalah agar hatinya terus dijaga dalam kebaikan. Beliau
sering berdo’a,
يَا مُقَلِّبَ الْقُلُوبِ ثَبِّتْ قَلْبِى عَلَى دِينِكَ
“Ya muqollibal qulub tsabbit
qolbi ‘alaa diinik (Wahai Dzat yang Maha Membolak-balikkan hati,
teguhkanlah hatiku di atas agama-Mu).”
Ummu Salamah pernah menanyakan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam, kenapa do’a tersebut yang sering beliau baca. Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam seraya menjawab,
يَا أُمَّ سَلَمَةَ إِنَّهُ لَيْسَ آدَمِىٌّ إِلاَّ وَقَلْبُهُ بَيْنَ
أُصْبُعَيْنِ مِنْ أَصَابِعِ اللَّهِ فَمَنْ شَاءَ أَقَامَ وَمَنْ شَاءَ
أَزَاغَ
“Wahai Ummu Salamah, yang
namanya hati manusia selalu berada di antara jari-jemari Allah. Siapa
saja yang Allah kehendaki, maka Allah akan berikan keteguhan dalam iman.
Namun siapa saja yang dikehendaki, Allah pun bisa menyesatkannya.” (HR. Tirmidzi no. 3522. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)
Dalam riwayat lain dikatakan,
إِنَّ الْقُلُوبَ بِيَدِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ يُقَلِّبُهَا
“Sesungguhnya hati berada di tangan Allah ‘azza wa jalla, Allah yang membolak-balikkannya.” (HR. Ahmad 3: 257. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini qowiy atau kuat sesuai syarat Muslim).
Bagaimana Hati Bisa Rusak?
Syaikh Sholih Al Fauzan mengutarakan bahwa rusaknya hati adalah
dengan terjerumus pada perkara syubhat, terjatuh dalam maksiat dengan
memakan yang haram. Bahkan seluruh maksiat bisa merusak hati, seperti
dengan memandang yang haram, mendengar yang haram. Jika seseorang
melihat sesuatu yang haram, maka rusaklah hatinya. Jika seseorang
mendengar yang haram seperti mendengar nyanyian dan alat musik, maka
rusaklah hatinya. Hendaklah kita melakukan sebab supaya baik hati kita.
Namun baiknya hati tetap di tangan Allah. Lihat Al Minhah Ar Robbaniyah,
hal. 110.
Moga setiap langkah kita senantiasa berada di atas kebaikan.
Al Hasan Al Bashri rahimahullah mengatakan, “Aku tidaklah
memandang dengan pandanganku, tidak pula mengucap dengan lisanku, begitu
pula tidak menyentuh dengan tanganku, dan tidak bangkit untuk
melangkahkan kakiku melainkan aku melihat terlebih dahulu apakah ini
semua dilakukan karena ketaatan ataukah maksiat. Jika dalam ketaatan,
barulah aku mulai bergerak. Jika dalam maksiat, aku pun enggan.” (Jaami’ul ‘Ulum wal Hikam, 1: 213).
Ya muqollibal quluub, tsabbit quluubana ‘ala tho’atik (Ya Allah yang
membolak-balikkan hati, teguhkanlah hati kami di atas ketaatan).
Wallahul muwaffiq ila aqwamittoriq
Tidak ada komentar:
Posting Komentar